Laman

Jumat, 03 Desember 2010

Upaya Mendapat Ridha Rabb

Manusia adalah makhluk  yang paling sempurna, kesempurnaan manusia membuatnya berbeda dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, jin, setan dan makhluk-makhluk Allah lainnya. Dalam wancana sufistik, kesempurnaan manusia tersebut disebkan manusia memiliki aspek jasmani dan rohani.
Dalam kajian tasawuf, istilah rohani sebagai lawan jasmani  sering diindentikkan dengan jiwa. Hal-hal yang berhubungan dengan muatan-muatan kejiwaan dan kebutuhan-kebutuhan esesialnya ini sering disebut sebagai wacana spritualitas. Oleh karena itu masalah fenomena kegersangan jiwa, kegundahan hati dan ketidakbahagiaan hidup sering dialamtkan sebagai bertanda kekeringan spritualitas.
Fenomena yang sering muncul dari kekeringan spritualitas, ini ditandai semakin jauhnya manusia  dari Rabb-nya. Penyebabnya dapat dideteksi melalui fenomena kehidupan manusia yang terus dihadapkan pada situasi persaingan kepentingan, sedangkan kebutuhan hidup semakin mendesak. Yang terjadi kemudian, eksitensi manusia banyak yang diabadikan pada tujuan dan pamrih ekonomi, sehingga titik pusat kehidupan hanya pada produksi dan konsumsi dan mereka hidup dalam semangat kapitalisme modern.
Orientasi ekonomi dan keduniaan semakin kokoh menjadi berhala baru. Rasionalisme, empirisme, positvisme dan pragmatism mendapat tempat terhormat, yang semuanya cenderung mengangkat dunia fana sebagai majikannya, sementara agama tercampakkan.
Untuk menjawab persoalan-persoalan ini, dalam khazanah intelektual muslim, salah satu alternatifnya sering dijawab dengan tasawuf. Hal ini karena kekeringan jiwa dan kegersangan spritualitas yang menjadi orientasi dan kajian tasawuf.
Namun karena uniknya wilayah kajian tasawuf itu, orang yang terlibat didalamnya tidak terlalu banyak  dan menjadi suatu pengalaman yang sangat pribadi. Karena pengalaman mistik merupakan pengalaman sufistik, maka jadilah pengalaman mistik yang sangat pribadi itu seakan tidak terkatakan secara kosepsional, sangat rahasia dan penuh misteri , hanya dapat dirasakan dan dimengerti oleh orang-orang yang mengalami peristiwa itu.
Yang harus diketuhui disini ketika sang sufi telah sampai pada pengalaman-pengalaman spiritual tersebut, akan muncul ungkapan-ungkapan yang sangat pribadi dan sulit difahami orang lain. Pada tataran inilah kita mengenal pemikiran-pemikiran sufi, yang sesungguhnya keluar dari pengalaman pribadinya dan kadang juga dari pengalam intelektualnya.
Dalam hal ini kita dapat mengenal konsepsi-konsepsi para sufi seperti istilah Ma’rifat, Mukasyafah, dan Musyahadah. Kita juga sering mengenal ungkapan tentang kosep Fana’, Baqa’ Insan Kamil dan sebaginya.
Para sufi memiliki kosep tentang jalan menuju Allah. Jalan ini merupakan latihan-latihan (riyadhah)  rohaiyah yang dilakukan secara bertahap dalam menempuh berbagai fase, yang dikenal dengan Maqamat (tingkatan-tingkatan) dan Ahwal (keadaan-keadaan) kemudian berakhir dengan mengenal (me’rifat) Allah. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar